Rabu, 23 Juni 2010

" Kontekstual konsep pembangunan berkelanjutan pada bidang arsitektur "

Ketika konsep pembangunan berkelanjutan dikontekstualisaikan kedalam bidang arsitektur akan membentuk sebuah konsep Arsitektur berkelanjutan atau Sustainable Architecture, dimana Arsitektur berkelanjutan, adalah Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Sama dengan konsep pembangunan berkelanjutan, konsep arsitektur berkelanjutan juga menitikberatkan keselarasan antara aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek keadilan sosial. Pada dasarnya mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, dan tidak rusak akibat eksploitasi manusia untuk meningkatkan tingkat perekonomian demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sehingga berdasarkan definisi diatas, arsitektur berkelanjutan pada dasarnya memiliki konsep :

1. Efisiensi terhadap penggunanaan energi alam.

Pemanfaatan energi alam yang pada sebuah karya arsitektur yang efisien contohnya, memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik yang notabene menggunakan bahan bakar fosil, yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, pemanfaatan penghawaan alami untuk mengurangi penggunaan AC ( air conditioner ), dimana freon yang dihasilkan sangat tidak bersahabat dengan ozon.

2. Efisiensi terhadap penggunaan material.

Efisiensi penggunaan material dapat berupa pemanfaatan kembali material bangunan yang masih dapat dipergunakan, seperti, memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan, dan penggunaan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya.

3. Efisiensi terhadap penggunaan lahan.

Penggunaan lahan terbangun yang efektif dengan menyisakan ruang untuk fungsi ruang terbuka hijau yang sesuai dengan peraturan daerah setempat. Dengan adanya efisiensi lahan, diharapkan turut membentuk suatu keseimbangan alam.

4. Penerapan teknologi yang sesuai dengan setting lokal ( Foster,1987 ).

Penerapan teknologi harus sesuai dengan aspek Physio, Socio, Econo, dan Regulation yang semuanya harus saling berintergrasi sehingga tidak ada penyimpangan tujuan dari konsep berkelanjutan pada sebuah bangunan. Contohnya, penerapan teknologi Sel surya yang dapat membuat sebuah karya arsitektur dengan pemenuhan energi yang Independen, dimana :

a. Dari segi Physio / lingkungan sangat bersahabat, karena menggunakkan energi matahari yang berlimpah dan dapat diperbaharui.

b. Dari segi Socio dan Econo, biasanya sangat berkaitan, memang mahal di awal, akan tetapi akan menjadi ekonomis setelahnya, dan hal tersebut yang dicari setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan.

c. Dari segi Regulation pemanfaatan selsurya selama tidak merugikan pihak lain dan sesuai dengan aturan dan standar pemasangan, bisa diaplikasikan.

5. Pengolahan limbah.

Pengolahan limbah yang baik, dapat bermanfaat untuk menjaga keseimbangan alam dengan meminimalisir pencemaran lingkungan sekitarnya. Selain itu, dengan membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor yang mandiri dapat mengurangi beban sistem drainase kota.

Pada intinya, proses keberlanjutan arsitektur yang merupakan sebuah kesatuan siklus masa suatu karya arsitektur, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran harus terjadi keselarasan antara aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar